PAMSI’S PARENTING: ORANG TUA DAN ANAK HARUS SALING MENGENAL
Hari itu, 16 Januari 2022, pagi terasa syahdu di pelataran kolam dan masjid Bayt al-Hikmah PAMSI. Sinar mentari bersenyawa dengan gemawan yang masih sedikit kelabu. Sisa embun semalam belum pudar dari dahan pepohonan. Warna daun menajam: hijau segar. Sejuk mata memandang.
Hari itu pula, PAMSI menyelenggarakan kegiatan rutin seminar parenting. Tajuknya, “Anger Management for Teen: Bye Anak BLAST, Welcome Anak BEST”. Seminar parenting adalah salah satu kegiatan “sendi”, yang tanpanya visi pendidikan PAMSI akan terganggu. Pesantren seperti juga sekolah bukanlah tempat penitipan anak. Meskipun berasrama sebagaimana umumnya, pesantren adalah tempat di mana anak-anak belajar dengan dukungan dan keterlibatan khusus orangtua.
Kali ini, PAMSI mengundang pasangan psikolog kelahiran Bandung: Bapak Dandy Birdy dan Ibu Diah Mahmudah, dari Dandiah Care Center (DDC). DDC sendiri adalah lembaga konsultan sumber daya manusia yang bertempat di Bekasi. Duo pembicara seminar ini menulis sejumlah buku tentang pentingnya kemampuan mengelola amarah dalam diri manusia.
Meja dan kursi berderet rapi di pinggir kolam. Guru yang bertugas di meja administrasi telah siap dengan baju batik yang rapi. Para wali santri telah berdatangan dan disilakan menuju masjid lantai dua. Pukul delapan sekian, pembicara datang bersama pengasuh dan direktur pendidikan PAMSI, Ustadz Dr. Jamaluddin Abdullah, M.Ed dan Bunda Dr. Immy Suci Rohyani, M.Si. Setelah bercengkrama di pinggir kolam dan mendapatkan cerita singkat entang PAMSI, Bapak Dandy Birdy dan Ibu Diah Mahmudah diantar menuju aula masjid Bayt al-Hikmah. Wali santri telah menunggu dengan antusias.
Perkenalan
Acara dipandu oleh duet guru bernama Kak Lesa dan Kak Ignas. Setelah pembacaan kalam ilahi serta puitisasi dalam bahasa Indonesia dan Sasak, master of ceremony menyilakan ketua komite wali santri MTs dan MA serta pengasuh PAMSI untuk memberikan sambutan. Ustadz Jamaluddin dalam sambutannya, memberi tahu jama’ah bahwa duo pembicara dalam seminar parenting kali ini tidak asing dengan Lombok. Mereka pernah terlibat dalam pemulihan mental anak pasca musibah Gempa di tahun 2018. “Ilmunya berharga untuk kita minta,” kata beliau, kemudian menegaskan bahwa mengelola amarah itu berat.
“Nabi bersabda, ‘lā taghdob, wa lakal jannah. Jangan marah, bagimu surga.’ Tapi susah,” beliau tertawa kecil, diiringi senyum mengembang dari Jama’ah. Lanjutnya, “seringkali kita sudah terlanjur marah baru kemudian menyesal.”
Bener sekali, tidak marah itu susah. Karenanya, sepert kata al-Khattabi, salah seorang ahli hadits yang penjelasannya sering dikutip oleh ulama besar sekelas Ibn Hajar al-Asqalani dalam Fathul Bari. “Lâ taghdab di sini maksudnya bukan jangan marah tapi ‘hindari lah hal-hal yang mengakibatkan kemarahan. Marah itu sesuatu yang hampir mustahil dihindari, karena ia adalah sifat bawaan manusia. Maka yang perlu dihindari adalah hal-hal yang menyebabkan munculnya marah.”
Di akhir kalam Ustadz Jamaluddin Abdullah menyitir puisi Rumi tentang pentingnya menundukkan akal. Beliau mengatakan, konteksnya adalah kemampuan untuk meredakan dan mengendalikan amarah dengan meletakkan akal sehat sebagai penawarnya.
Usai seluruh sambutan diberikan, Bapak Dandy dan Ibu Diah maju ke depan. Duo pembicara tampak rileks berdiri di hadapan Jama’ah dan menguasai forum. Bapak Dandy Birdy bercerita bahwa keduanya sama-sama lulus dari Fakultas Psikologi di Universitas Padjadjaran dan sempat bekerja sebagai HR di sejumlah perusahaan besar. Keduanya lantas memutuskan untuk mengundurkan diri dan mendirikan Dandiah Care Center. “Kami ingin merevisi tujuan hidup,” kata Ibu Diah. Keduanya bercerita tentang pengalaman menghadapi banyak sekali orang dewasa yang secara emosional tidak stabil, padahal. “Kita harus benahi dari akarnya, yaitu keluarga,” kata Bapak Dandy.
Orangtua dan Anak: Saling Mengenal
Ibu Diah memulai materi anger management dengan terlebih dahulu menyamakan visi pendidikan. Baginya, tujuan pendidikan adalah menyiapkan kedewasaan anak, kesejahteraannya, kemampuannya dalam menghadapi tantangan dan mengamalkan misi yang diberikan Tuhannya. Kedewasaan anak tumbuh dari keluarga yang harmonis. Untuk itu, pertama-tama, orangtualah yang harus memahami kondisi mentalnya dirinya sendiri supaya bisa menjadi teladan yang baik bagi anak. Keharmonisan akan timbul darinya.
Terdapat tiga kondisi yang lazim terjadi antara orangtua dan anak.
Pertama, anak mengetahui kondisi mental orangtuanya sebagaimana orangtua mengenal dirinya sendiri. Ini disebut dengan open area. Untuk mencapai keharmonisan, open area harus diperbesar. Semakin anak memahami kondisi mental orangtuanya, semakin ia tahu cara berbakti. Semakin orangtua memahami kondisi mentalnya sendiri, semakin ia tahu cara menghindar dari memberi anak luka pengasuhan.
Kedua, anak kurang mengetahui kondisi mental orangtuanya sedangkan orangtua mengetahui kondisi mentalnya sendiri. Ini disebut dengan hidden area. Dibutuhkan komunikasi yang baik untuk memperbaiki hidden area ini. Orangtua harus aktif menunjukkan sisi-sisi baik yang mungkin tidak nampak di mata sang anak.
Ketiga, anak mengetahui kondisi mental orangtuanya sedangkan orangtua tidak mengetahui kondisi mentalnya sendiri. Ini disebut dengan blind area. Banyak orangtua yang marah bila dikritik oleh anak karena orangtua terbiasa menganggapnya “bocah yang tidak tahu apa-apa.” Padahal, anak punya kemampuan untuk mengamati apa yang orangtua tidak bisa lihat dari dirinya. Akibatnya, orangtua tidak bisa melakukan introspeksi dan anak merasa dimusuhi oleh orangtuanya sendiri. “Opini anak terhadap orangtua adalah kebenaran,” kata Bapak Dandy.
Anak BLAST Dan Anak BEST
WHO menetapkan standar sehat mental sebagai berikut: mengenal diri dan potensinya, mampu melakukan coping stress dengan mengistirahatkan mentalnya, dan dapat bekerja dengan produktif serta berkontribusi pada masyarakat. Oleh Ibu Diah dan Bapak Dandy, sehat mental dirumuskan ke dalam lima pilar.
Pertama, sehat spiritual. Spiritualitas adalah penyangga seluruh aspek kemanusiaan dan stabilizer hati yang paling ajeg. Kedua, sehat fisik. Orang lapar dan orang lelah lebih rentan mengalami ledakan amarah, sehingga fisik harus dirawat dengan baik. Ketiga, sehat emosional. Emosi adalah sesuatu yang natural, namun ekspresi emosi adalah hasil belajar. Mempelajari cara mengendalikan emosi dengan demikian menjadi penting. Keempat, sehat intelektual. Akal adalah pengendali ledakan amarah karena ia memberi manusia alasan-alasan yang tepat untuk tidak mudah marah. Kelima, sehat sosial. Lingkungan manusia adalah support system yang tidak membiarkannya merasa sendirian. Manusia kuat karena dukungan dan cinta kasih sesama.
Dari lima pilar tersebut, Ibu Diah dan Bapak Dandy merumuskan tipe anak BLAST dan BEST.
BLAST adalah singkatan dari Boring (jenuh), Lonely (kesepian), Angry (marah), Stress (tertekan) dan Tired (lelah). BLAST adalah hasil dari rusaknya lima pilar sehat mental di atas. Anak berada dalam kondisi amygdala hijacking―bagian otak yang mengekspresikan emosi disadap oleh BLAST sehingga anak bisa menyakiti dirinya secara fisik atau secara sosial. Gejala mengkhawatirkan dari BLAST adalah suka menangis tiba-tiba, lekas tersinggung, menyesal terlalu dalam, ingin menyerah dan menghilang, bahkan hingga gejala fisik seperti pegal-pegal di area leher ketika bangun tidur. BLAST bisa dialami anak (karena faktor pengasuhan), bisa dialami orangtua (karena faktor lingkungan).
Adapun BEST adalah cita-cita yang diinginkan oleh Dandiah Care Centre. Ia adalah singkatan dari Brave, Empathy, Spiritual dan Talented. BEST adalah kondisi ideal seorang anak. Sayangnya, banyak orangtua yang secara mental tidak siap melahirkan anak BEST. Namun Ibu Diah menganjurkan agar orangtua tidak berkecil hati. “Jangan menyalahkan diri sebagai orangtua gagal hanya karena kita masih suka marah-marah. Kita bukan gagal, melainkan belum mengetahui ilmu anger management-nya.”
Seminar parenting ditutup setelah sesi tanya jawab antara wali santri dan Dandiah Care Centre. Azan zuhur berkumandang dan seluruh jama’ah ditunggu oleh kudapan lezat dan makan siang. []
0 Komentar