Kisah Petualangan Kelas 10 MA Sayang Ibu Menyentuh Jantung Budaya Bayan
![]() |
| Nune kelas 10 MA Sayang Ibu mewawancarai Mamiq Gedarip saat Live in Fase 4 di Bayan (Foto: PAMSI) |
Siapa
bilang pengabdian di masyarakat cuma buat anak kuliahan? Di Sayang Ibu, namanya Live In, dan ini benar-benar Mini KKN
versi Madrasah Aliyah yang tak kalah seru!
Live
In Fase 4 yang diikuti oleh anak-anak Kelas 10 MA Sayang Ibu di Bayan, Lombok
Utara, itu bukan sekadar program madrasah biasa. Mereka
sengaja diboyong jauh-jauh dari hiruk pikuk kota dan gemerlap gawai untuk
benar-benar hidup bersama warga lokal Suku Sasak di kaki Gunung Rinjani
Pagi-pagi
buta di Bayan, para santri ini bangun. Aktivitas pertama mereka jelas bukan
mengerjakan tugas matematika. Mereka wajib langsung
ikut dan bantu pekerjaan orang tua angkatnya
Fase Live In ini benar-benar dimanfaatkan untuk observasi budaya
masyarakat adat Bayan
Klimaksnya
itu ada di momen Maulid Adat Bayan yang terkenal
Saking
pentingnya acara ini, mereka bahkan dapat kesempatan langka untuk bertemu
langsung dengan Menteri Fadli Zon yang turut hadir dalam perayaan Maulid Adat
Bayan!
![]() |
| Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon disembeq saat mengunjungi Bayan (Foto: PAMSI) |
Tugas utama observasi mereka di Bayan memang berat. Mereka harus mengulik beberapa isu penting langsung dari tetua adat sampai pihak terkait melalui wawancara mendalam. Topiknya meliputi; Peribahasa di Bayan (untuk tahu kearifan lokal dalam bahasa), Peran perempuan dalam Maulid Adat (melihat posisi dan kontribusi kaum ibu dalam ritual), Perubahan iklim (melihat dampaknya ke pola tanam dan kehidupan sehari-hari), Makanan sajian Maulid (mempelajari filosofi di balik setiap hidangan tradisional).
Namun, ruh dari pengabdian dan sejarah tak bisa
dipisahkan. Dalam balutan semangat gotong royong, para siswa berpartisipasi
dalam Kerja Bakti di Masjid Kuno Bayan. Kegiatan ini bukan hanya soal
bersih-bersih biasa, melainkan sebuah penghormatan tulus kepada salah satu
situs keagamaan dan kebudayaan tertua di Lombok. Mereka diajari bahwa menjaga
warisan fisik leluhur adalah tanggung jawab moral yang harus diemban oleh
generasi muda.
Pelajaran praktis lainnya terungkap di dapur. Sisi
kearifan lokal Bayan terungkap ketika mereka belajar Memasak Makanan Khas Bayan
yang disajikan sehari-hari. Ini adalah pelajaran budaya yang bisa langsung
dirasakan oleh lidah.
“Program Live In ini bukan kunjungan biasa. Di sana, anak-anak kita benar-benar belajar arti tanggung jawab, menghargai nilai kerja keras, dan memahami keragaman hidup saat mereka melebur menjadi bagian dari keluarga lain,” ujar Ustadz Jamaluddin Abdullah, Pimpinan Pesantren Alam Sayang Ibu.
Dan akhirnya, setelah melalui hari-hari yang
intensif dan penuh pelajaran hidup, program Live In Fase 4 ini harus ditutup
dengan momen perpisahan yang sukses bikin haru dengan keluarga angkat. Tapi
tenang, guys, para siswa MA Sayang Ibu ini pulang bukan cuma bawa air
mata perpisahan. Mereka bawa oleh-oleh yang jauh lebih keren: skill baru yang
mereka dapat, apresiasi yang dalam terhadap budaya Sasak Bayan, dan yang paling
penting, bekal empati dan kemandirian yang kini sudah tertanam kuat di diri
mereka.
Program ini benar-benar worth it dan sukses total melampaui kurikulum sekolah yang formal. Live In Fase 4 berhasil menanam nilai-nilai keren seperti tanggung jawab sosial, rasa hormat yang mendalam terhadap kearifan lokal, dan kemandirian yang bakal jadi modal berharga untuk masa depan mereka. Jadi, Bayan sekarang sudah tak cuma nama desa di peta Lombok, tetapi sudah jadi rumah kedua yang berhasil mengukir kenangan abadi. Ini membuktikan bahwa pelajaran hidup yang sesungguhnya itu seringkali ditemukan di luar kelas, di tengah masyarakat yang sederhana namun kaya raya akan budaya dan pengalaman.
![]() |
| Nune Dende kelas 10 MA Sayang Ibu bertemu dengan Menteri Kebudayaan Republik Indonesia di Bayan (Foto: PAMSI) |








0 Komentar