DIMENSI SENI SEGORES TINTA

(picture from quotefancy.com)

Mataram, 12 Oktober 2004.

Malam itu, waktu terasa terhenti dengan kehadiran ‘buah dari surga’. Lebih tepatnya pada tanggal 28 Sya’ban, sesosok bayi mungil menggenggam jari seorang Mamak. Kedua saudara laki-lakinya telah menantikan kehadiran bayi mungil yang menggemaskan itu, untuk melengkapi kebahagiaan di dalam keluarga kecil mereka.

Beberapa hari kemudian, Sang Bapak menggendong bayi mungil yang sedang menggeliat dalam dekapannya. Bapak merenung, berpikir keras untuk memberikan nama yang tidak biasa bagi si bayi. “Royyan Paice Sang Wenang ...” Bapak menyanyikan nama itu berkali-kali, dan si bayi tertawa dengan riang menatap wajah Bapak.

Tidak terasa waktu mengalir begitu cepat, kini si bayi mungil menjelma menjadi gadis kecil yang manis. Di usianya yang lima tahun, gadis kecil yang kerap dipanggil “Wyna” itu telah mahir menulis puisi. Selain puisi, Wyna juga menulis cerita pendek dengan lihai. Puisi milik gadis kecil itu sempat dibacakan oleh Kakaknya, Ahmad, di sebuah sekolah khusus penyandang tunanetra. Puisi milik gadis kecil itu mampu menggugah hati para penyandang tunanetra.

Tidak hanya menonjol pada aktivitas menulis, Wyna juga pandai berpidato dan ingatannya pun kuat. Wyna pernah menjadi juara satu dalam audisi tahfidz di tempat tinggalnya pada usia sembilan tahun. Saat berusia sebelas tahun Wyna menggenggam juara dua dalam audisi pidato untuk menyemarakkan bulan bahasa.

Keahlian Wyna dalam menulis dan berpidato diturunkan dari Sang Bapak, yang juga seorang penulis beberapa buku, dan seorang murid langsung Maulana Al-Syaikh, ulama terkemuka di tanah Lombok.

Menembus Pandang Goresan
Bagi kebanyakan orang, dunia membaca dan menulis merupakan tantangan terbesar untuk dijelajahi. Perintah membaca terdapat pada QS. al-Qalam ayat kesatu. Membaca tidak membutuhkan konsentrasi penuh, tetapi minat baca yang tinggi. Kiat-kiat rajin membaca setiap orang berbeda-beda, sesuai dengan minatnya pada jenis-jenis buku tertentu. Sedangkan perintah menulis terdapat pada QS. Al-‘Alaq ayat keempat.

Wyna melalui banyak pengalaman selama membiasakan diri dan ‘mengabdi’ di dunia membaca dan menulis. Pernah diari milik Wyna diambil diam-diam oleh salah satu teman kelasnya, karena mereka penasaran dengan tulisan-tulisan Wyna. Karena kejadian itu, rahasia Wyna tersingkap. Wyna juga pernah ditertawakan teman-temannya karena ketahuan iseng menulis jawaban di tabel buku paket dengan cara melingkar.

Selain yang memalukan seperti itu, ada juga yang sulit dibayangkan. Pada hari Jum’at di tahun 2015, Wyna membaca novel Tere Liye yang berjudul “Negeri Para Bedebah” hanya dalam satu jam! Sejak Bapak pergi shalat Jum’at hingga Bapak kembali dari Masjid, Wyna berhasil menghabiskan buku tanpa mengabaikan satu huruf pun.

Mungkin bagi kebanyakan orang, pengalaman Wyna sedikit terasa mustahil, tetapi Wyna memang mengalaminya. Wyna, Sang Gadis Kecil, oleh Bapaknya selalu diajari untuk memercayai tekad. Sang Gadis Kecil yakin bahwa dirinya adalah Khalifah: manusia dapat melakukan apapun sesuai dengan kehendaknya.

Melengkapi Satu Sama Lain

Menulis, sebenarnya, menurut Wyna adalah cara melampiaskan emosi yang kadang pasang dan kadang surut. Meski begitu, menulis tetap butuh pelatihan dan teori. Banyak orang yang tidak jadi menulis karena mereka selalu menghapus tulisan mereka sebelum selesai, lantaran merasa tulisannya jelek. Padahal, tidak boleh begitu.

Bagi penulis pemula, tantangan terbesar yang dihadapi adalah “Tergiur menempatkan diri dalam tiga posisi sekaligus pada satu waktu”. Posisi pertama sebagai penulis, posisi kedua sebagai editor dan posisi ketiga sebagai pembaca. Seharunya, tidak boleh menjadi ketiga-tiganya dalam satu waktu. Jika ingin menjadi penulis, yang harus dilakukan adalah fokus menjadi seorang menulis, bukan menjadi editor yang harus mengoreksi tulisan sendiri. Jangan juga menjadi pembaca yang menilai jelek dan tidaknya tulisan. Jangan pikirkan apapun selain menulis, pokoknya.

Agar tulisan semakin cemerlang, dilengkapi dengan banyak, banyak, banyak membaca. Membaca tidak melulu di buku saja. Benda-benda di sekitar lingkungan bisa dijadikan permulaan. Bacalah sesuatu yang sederhana, seperti membaca harga barang di supermarket. Sebenarnya, tanpa disadari, setiap hari dalam kegiatan apapun, pasti mengandung kegiatan membaca. Semakin banyak baca, semakin sadar baca, semakin tahu.

Article by: Royyan Paice Sang Wenang

Posting Komentar

0 Komentar