Madrasah Alam Sayang Ibu (MSI), yang berada di lingkungan Pesantren Alam Sayang Ibu (PAMSI), tahun ini sedang mengharu biru. Rasanya, ungkapan syukur ingin kami tumpah-ruahkan hingga ke sudut-sudut bumi. Tujuh tahun yang lalu, kami menerima tiga belas orang murid pertama kami dengan sebuah niat yang teguh, bahwa mereka akan kami didik dengan sebaik-baiknya, setulus-tulusnya.
Pesantren ini dibangun dengan pemikiran yang sangat kuat: kami ingin agar murid-murid yang belajar di pesantren ini mengerti bahwa mereka adalah khalifah, dan tugas utama khalifah menjaga kehidupan. Khalifah bukanlah malaikat yang beribadah dengan hanya berzikir; tapi manusia yang memadukan dzikir, pikir dan kerja/karya—terjun secara langsung memperbaiki dan memelihara bumi manusia. Maka beribadah itu juga dilakukan melalui langgam ilmu-ilmu alam dan teknologi, sosial dan budaya. Dengan kata lain, kesadaran ilahiyah harus hadir pada setiap aspek kehidupan.
Dan cita-cita tinggi itu harus berhadapan dengan banyak sekali tantangan. Dari tiga belas murid pertama kami, tujuh berlanjut ke level Aliyah, dan enam orang yang bertahan sampai ke titik akhir. Kami tetap bersyukur, sangat bersyukur. Jerih payah kami menghadapi tantangan ada hasilnya. Hari ini kami melihat khalifah-khalifah pertama kami, enam calon pembaharu di masa depan: Huzaefah, Juliani Hidayah, Sri Hilmayani, Wardanya Najefa Ashra, Dian Havivia, dan Yolanda Aprilia. Mereka semua lulus dari pesantren dan langsung mendapatkan beasiswa. Mereka menunjukkan bahwa mereka mampu, bahwa jerih payah mereka dan guru-guru mereka di pesantren telah berbuah.
Huzaefah, pada pertama kali ia datang, adalah seorang bocah mungil yang sulit berkonsentrasi. Setelah proses talent mapping, kami mendapati bakat besarnya di bidang kesenian. Huzaefah punya kemampuan yang sangat baik dalam hal mengingat dengan tubuhnya. Ia harus belajar sambil berpraktek. Bidang kesenian dan agama kemudian menjadi fokus yang kami biarkan ia menekuninya. Huzaefah menekuni seni lukis, seni mengolah bubur kertas. Alhamdulillah, wa Syukrulillah, kini Huzaefah mendapatkan Beasiswa Madrasah Mahasiswa Mu’amalat – Badan Wakaf Mahasiswa, yang mencakup SPP, akomodasi, makan minum, akses wifi, dan pengembangan keterampilan. Huzaefah diterima di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta sebagai mahasiswa Tata Kelola Seni melalui, jalur SNPTN. “Peradaban Islam kaya dengan karya seni. Kamu punya tugas moral mewarisi dan mengembangkannya. Tapi, kamu juga harus tetap meningkatkan tahfidzmu sebisa mungkin. Hidupi masjid kampus, bila perlu jadi imam tetapnya,” pesan Pimpinan Pesantren, kepada alumni yang juga berhasil menghafal beberap juz ini.
Juliani Hidayah adalah murid angkatan pertama kami yang berasal dari Segenter, sebuah desa adat di daerah Bayan, Lombok Utara. Seorang guru yang tergabung di sebuah gerakan filantropi pendidikan membawa Juliani Hidayah pada kami untuk didaftarkan sebagai penerima beasiswa dari Pesantren Alam Sayang Ibu. Ia sempat mengalami culture shock karena ekosistem belajar di PAMSI sangat berbeda dan benar-benar menekankan kemandirian siswa. Namun Juliani Hidayah tertatih-tatih mengejar. Ia berprestasi dan menunjukkan minat bakat yang cukup baik di bidang kewirausahaan, Thibun Nabawi dan pendidikan. Ia juga berbakat dalam berpidato. Alhamdulillah wa Syukrulillah, Juliani Hidayah lulus di dua institusi sekaligus yaitu UIN Mataram melalui jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN) pada Program Studi PGMI dan di Universitas Mataram pada Program Studi PGPAUD. Julian Hidayah memutuskan untuk memilih Universitas Mataram dan mendapat beasiswa KIP-K/Bidikmisi. Gadis ini diterima lewat jalur tes SBMPTN.
Sri Hilmayani adalah murid yang juga menerima beasiswa selama bersekolah di Pesantren Alam Sayang Ibu. Ia adalah puteri asli Dasan Griya, desa tempat pesantren berdiri. Selama menjadi murid kami, Sri Hilmayani menunjukkan minat yang cukup pesat di bidang agama, sains dan kesenian sekaligus (ia punya bakat melukis yang baik!). Alhamdulillah wa syukrulillah, Sri Hilmayani lolos di jalur SBMPTN untuk berkuliah di jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram; Ia mendapatkan beasiswa KIP-K/Bidikmisi. Untuk persiapan SBMPTN Hilma juga sempat mendapatkan beasiswa Perintis Rumah Amal Salman ITB.
Cerita haru lainnya dipersembahkan pada kami oleh ananda Wardanya Najefa Ashra. Gadis pandai yang datang dari Kota Mataram ini mendapatkan beasiswa 80% biaya pendidikannya di SP Jain School of Global Management Singapura, di bidang Manajemen Bisnis. Wardanya Najefa Ashra juga diterima di sejumlah perguruan tinggi, seperti Program Studi Psikologi di University of Economics and Human Sciences, Warsawa, Polandia; Program Studi Desain Komunikasi Visual di Sekolah Tinggi Teknologi Bandung; serta Program Studi Digital Public Relation di Telkom University jalur UTBK. Pada akhirnya, Wardanya Najefa Ashra memutuskan mengambil kesempatan yang ditawarkan Universitas Negeri Yogyakarta untuk belajar di bidang Manajemen Pendidikan. Wardanya Najefa Ashra memilih berdasarkan kegelisahannya di bidang pendidikan, dan itu bukanlah masalah. Ia telah membuktikan dirinya mampu menembus kampus-kampus besar internasional dan nasional, namun kegelisahan serta rencana-rencana pengabdiannya di masa depan membuatnya merasa mantap dengan pilihannya berkuliah di Universitas Negeri Yogyakarta.
Dian Havivia, yang satu daerah dengan Huzaefah, kami mengenalnya sebagai murid dengan kemampuan berpikir reflektif yang cukup kritis. Gadis pendiam ini punya hobi merenung. Ia mampu menuangkan renungannya yang cerkas itu di dalam tulisan-tulisan yang mendalam. Kita kini bersyukur ia telah dipertemukan Allah dengan bidang yang kelak membutuhkan pemikir-penulis cerkas sepertinya. Dian Havivia lolos tes melalui jalur Seleksi Prestasi Akademik Nasional Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SPAN-PTKIN) UIN Mataram di jurusan Pariwisata Syari’ah.
Adapun Yolanda Aprilia, murid kami yang luwes dalam pergaulan ini, lolos di jurusan Ekonomi UIN Yogyakarta lewat jalur SPAN, seperti Dian Havivia dan Juliani Hidayah. Namun Yolanda Aprilia memilih untuk kuliah di Universitas Nahdhatul Ulama, sebuah kampus yang sedang berkembang karena kehadiran intelektual-intelektual muda putera daerah Lombok sendiri. Semangat yang ditunjukkan Yolanda cukup langka: kesediaan untuk menetap di Lombok dan memutuskan untuk mengabdi.
Hal menarik yang kami catat dari angkatan pertama ini adalah linieritas. Selain adanya kesesuaian dengan minat bakat, hampir semua murid kami lolos dan kuliah di bidang yang selama ini mereka geluti sebagai project magang maupun riset mereka di pesantren. Sejak mula Huzaefah selalu sibuk dengan project kesenian dan dilatih secara khusus oleh seniman bubur kertas bernama Pak THeo. Juliani Hidayah dan Wardanya mengembangkan sekolah darurat selama bencana gempa Lombok sepanjang 2018 – 2019. Mereka menunjukkan bakat mengajar dan mengelola institusi pendidikan. Dari sekolah darurat itu, Juliani Hidayah menemukan dirinya begitu berbakat menjadi guru TK, sedangkan pengalaman dengan sekolah darurat itu mempengaruhi Wardanya Najefa Asha untuk mengangkat tema pendidikan di dalam essaynya saat melamar beasiswa pertukaran pelajar YES (Youth Exchange and Study), ke Amerika Serikat―yang akhirnya membuatnya lolos. Sri Hilmayani senantiasa bergelut dengan project desain; ia bahkan membuat rancangan eco-masjid. Dian Havivia pernah menekuni project eco-print dan pendampingan ekowisata. Sedangkan Yolanda Aprilia pernah mendapat juara pertama olimpiade Ekonomi kabupaten Lombok Barat.
Apapun itu, mereka telah meletakkan pondasi yang sangat kukuh bagi generasi Pesantren Alam Sayang Ibu Selanjutnya. Kesuksesan mereka adalah kesuksesan pesantren, dan kesuksesan itu mereka rintis dengan jerih payah.
Alhamdulillah wa Syukrulillah, kami benar-benar ingin menumpah ruahkan keharuan kami hari ini. Selama ini kami telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan perasaan kami sepenuh-penuhnya. Melihat mereka tumbuh dewasa, kami teringat bagaimana kami, para guru, melalui malam-malam yang panjang hanya untuk mendesain program pembelajaran yang paling mutakhir bagi nune dan dende tercinta, sesuai dengan kebutuhan mereka. Melihat mereka kini diterima di Program Studi dan Universitas ternama yang mereka impikan, kami tersadar betapa kuasa Allah sangat mujarab. Keringat dan air mata dibayar lunas di babak pertama. Kami memasuki babak kedua: menanti keajaiban-keajaiban yang akan mereka lakukan di masa depan.
0 Komentar