Ide koin perpus kali pertama dicetuskan oleh Direktur Sayang Ibu, Ustadz Je Abdullah, di tahun 2016. Ide tersebut kemudian diikutsertakan sebagai salah satu program Duta Baca PAMSI pada Lomba Hari Buku Nasional Kabupaten Lombok Barat 2017 silam.
Idenya sederhana : memanfaatkan "koin" yang lebih sering dianggap kurang bernilai.
Ada berapa banyak pecahan Rp.100, Rp.200, yang hanya dibiarkan tergeletak di laci rumah? Tercecer di sana-sini?
Bayangkan jika setiap guru, Nune Dende, orang tua yang berkunjung, turut menabung koin. Berapa banyak yang bisa terkumpul dalam hitungan bulan, tahun?
Jumlahnya bisa fantastis!
Hanya menabung koin saja. Bukan lembar puluhan atau ratusan ribu.
PAMSI lewat pustakawan cilik kembali mengaktifkan gerakan koin perpus.
Koin terkumpul digunakan untuk menambah koleksi perpustakaan. Pustakawan Cilik membuat daftar buku yang dibeli setelah konsultasi pada kepala perpustakaan dan pembimbing literasi. Tentunya setelah mempertimbangkan masukan dan request dari Nune Dende lainnya.
Ahad (31/8) lalu untuk kali pertama, pustakawan cilik membelanjakan celengan koin perpus ke Toko Buku Gramedia dan Airlangga. Tadaaa...akhirnya!
Selain membangun minat baca dan menghidupkan perpustakaan, secara eksplisit, koin perpus mengajak kita bersama untuk mengapresiasi hal-hal kecil, semisal koin.
Langkah kecil yang dilakukan secara konsisten, terus menerus, akan membawa kita sampai pada tujuan.
Sungguh, hal-hal besar, lahir dari hal-hal kecil, yang dipupuk, ditumbuh-suburkan setiap hari.
Bravo, Koin Perpus!
Foto 1. Nune dan Dende sedang asyik memilih buku di Toko Buku Airlangga. |
Foto 2. Proses pencarian buku di Toko Buku Gramedia. |
Foto 3. Antusias Dende PAMSI mencari buku. |
0 Komentar