SEMBILAN SAKSI,
SEMBILAN LENTERA
Oleh: Penulis PAMSI
Kalau kita harus
menunjuk sejumlah orang untuk bersaksi bahwa selama bertahun-tahun PAMSI telah
bekerja keras demi memajukan pendidikan Islam, mereka pastilah para santri.
Terutama, santri yang telah lulus atau menjadi alumni.
Pada tahun 2022, PAMSI
akhirnya melepas sembilan santri angkatan kedua lulus dari Madrasah Aliyah.
Percayalah, sejak tahun lalu, pelepasan santri sebagai alumni PAMSI menjadi
peristiwa yang mengharukan. Sebab, sebelum sampai pada haru biru itu, selalu
ada debar tidak keruan di dada para guru. Ke manakah anak-anak itu akan
pergi? Sejauh mana mereka akan berlari nanti? Di kampus manakah
pencapaian-pencapaian mereka di masa depan akan dimulai?
Angkatan kedua ini
tidak kalah spesial dari angkatan pertama. Mereka tiba di PAMSI berpuluh-puluh
jumlahnya, dan masih belajar di gedung I-Mars yang belum berkursi dan
berbangku. Saya, selaku guru literasi mereka, datang pada malam hari dan
mendapati mereka telah berbaris rapi, duduk bersila, di ruang besar tersebut.
Masih berbekas di satu sudut ingatan saya, saat mereka bersiap dengan
helai-helai kertas kosong dan menyimak saya secara seksama. Mereka belajar
menulis dan berdiskusi. Mereka menawarkan ide-ide yang begitu bebas, dalam
tulisan-tulisan yang jenaka.
Kemudian mereka terurai
di tahun ketiga. Mereka berdiaspora ke berbagai sekolah. Mereka menjadi bintang
baru di sana. PAMSI tidak pernah menyesal melepas anak elang yang siap menjadi
raja angkasa di mana pun ia terbang.
Beberapa memutuskan untuk
melanjutkan penempaan di PAMSI. Sakit tidak berbilang proses belajar di
Madrasah Aliyah di pondok ini. Namun, pengalaman manis juga bergelimang dan
bagi mereka pengalaman yang manis itu menggoda. Mereka telah menyaksikan betapa
belum-belum teman mereka sudah jadi bintang di sekolah lain. Betapa menakjubkan
hasil penempaan di PAMSI selama tiga tahun. Apa jadinya bila penempaan itu
berlangsung enam tahun?
Bersama teman-teman
baru, mereka melewati suka duka belajar. Tahu-tahu mereka sudah lulus.
Naufal Athallah
Hammami. Anak kami yang
bertubuh atletis dan bermata tajam ini punya kepribadian yang kuat. Ia adalah alpha-male
di angkatannya, bahkan sedari masih tsanawiyah. Ia mencoba diri di ujian
SBMPTN dan diterima di Universitas Mataram, Fakultas Ekonomi, Prodi Manajemen. Alhamdulillah,
wassyukrulillah, sejak dahulu Nune Athallah memang tertarik pada dunia bisnis,
pada dunia manajemen. Bisnis pribadinya di sekolah bertajuk Trip-Live, sebuah
bisnis eco-traveling dalam rangka memperkenalkan kehidupan budaya Suku Sasak
dan lingkungan hidupnya. Kekuatan kepemimpinannya dapat menjadi bekal utama
bila ia hendak memimpin suatu perusahaan ke depannya.
Ahmad Dzaky Syujja’. Ia adalah sigma-male di angkatannya.
Kepribadiannya sama kuat dengan Athallah, namun lebih idependent, tidak gampang
ikut-ikutan, sekaligus lebih santai. Seperti Athallah, dia lulus tes SBMPTN di
Universitas Mataram, Fakultas Ekonomi, Prodi Manajemen. Sebetulnya, Nune
Syujja’ juga lulus tes SPAN-PTKIN di Prodi Politik Pemikiran Islam, di UIN
Mataram. Namun, ia tidak mengambilnya karena ketertarikannya lebih besar di
dunia bisnis. Ia mahir menghitung dan di kelas sosial ia menonjol di ilmu
ekonomi.
Lalu Thio Lesmana
Arya. Ia yang dahulu mungil
telah tumbuh menjadi pria yang tidak banyak mengumbar kata. Namun, karyanya
bicara jauh lebih keras dan lebih menggugah. Nune, harus diakui, adalah
pembangun tradisi videografis. Ialah yang pertama-tama diberi ruang dan
difasilitasi untuk memproduksi video-video ciamik di PAMSI, baik untuk
keperluan internal maupun eksternal. Alhamdulillah, Nune mendaftar lewat jalur mandiri
dan lulus di UIN Mataram, di jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Nune
berkecimpung di bidang yang ia cintai.
Felicia Sofia. Gadis ini berkenalan dengan teman-temannya
tiga tahun yang lalu di PAMSI, namun sebagai teman baru, ia sudah menunjukkan
kecemerlangannya. Dende dikenal sebagai gadis yang baik hati dan tekun. Secara
pribadi, ia sangat tertarik pada dunia psikologi, dan ia lulus lewat jalur
SPAN-PTKIN di UIN Raden Mas Said, Surakarta, di bidang Psikologi Islam. Alhamdulillah.
Baik Dende maupun para guru di PAMSI sangat berharap agar bakat besar Dende
dalam memberi perhatian pada manusia di sekitarnya kian cemerlang. Dahulu pun,
project sosial Dende bernama Peduli Sejenak, di mana ia memulai project
volunteerism. Sesungguhnya, ia memperoleh beasiswa Quipper Scholarship yang
mengkover sekitar 70% beasiswa di Universitas Paramadina. Namun, Felicia tidak
mengambilnya karena alasan tertentu.
M. Dheryl Maulana
Akbar. Ia tiba bersama Dende
Felicia Sofia sebagai teman baru. Saya ingat, mula-mula ia saya temukan sebagai
pria yang kurang berani bertindak. Bila bicara, amboi, kocar-kacir
pandangannya, tidak bisa ia berkonsentrasi menatap lawan bicaranya. Namun saya
terhenyak karena perkembangannya sangat pesat. Bapak Pengasuh Pondok, KH. Dr.
Jamaludin Abdullah, M.Ed., memantik kesukaannya pada sejarah. Sejak itu, Nune mulai
tampil di berbagai kesempatan. Alhamdulillah, kini ia menuai buah manis
prosesnya di PAMSI. Nune Dheryl, lewat jalur SBMPTN, lulus di Universitas
Mataram Prodi Hubungan Internasional. Itu disiplin ilmu yang masih terkait
dengan kesejarahan internasional. Sebelumnya, Nune Dheryl sempat meminang UNY
untuk belajar ilmu sejarah, namun ia tidak berjodoh. Bersama Athallah pun
Dheryl pernah menyiapkan diri masuk ke AKPOL, tapi ia cukup dewasa menimbang
persiapannya yang belum sehingga ia harus menundanya dulu.
Awalina Wahyu
Riyandini. Sejak tsanawiyah,
Dende dikenal sebagai gadis ceria yang saya kenal sebagai “satu dari tiga
penulis termahir” santri angkatan kedua PAMSI. Ia menyukai sains dan
matematika, sekaligus tipikal yang selalu mencoba membuat seimbang antara
kehidupan yang serius dan kehidupan yang santai. Alhamdulillah, syukur maha
besar Allah, Dende mendapatkan sebuah beasiswa dari luar negeri untuk melenggang
ke Jiangsu Food and Pharmaceutical Science College dan belajar di
jurusan Food Science Technology. Mulanya Dende dengan gigih mengikuti
proses Summer Camp secara virtual untuk meminang beasiswa tersebut. Namun, pada
akhirnya, Dende harus berbesar hati melepaskan beasiswa tersebut karena biaya
hidup dan perjalanan tidak ter-cover di dalamnya. Setidak-tidaknya,
Dende Awalina telah menunjukkan bahwa dirinya mampu menembus beasiswa
internasional. Kini, Dende berhasil meminang Ilmu Teknologi Pangan di
Universitas Bumi Gora, Mataram.
Salma Radinda
Islahul Fanani. Bersama Dende
Awalina dan Dende Royyan, saya mengenalnya sebagai “satu dari tiga penulis
termahir” santri angkatan kedua PAMSI. Ia juga merupakan santri pertama yang
berani menjajal tulisannya di media online. Tulisannya, “Kekuatan Tolong
Menolong”, terbit di Pucukmera pada tanggal 26 Oktober 2020. Ia berbangga
dengan itu, saya lebih berbangga lagi! Ia menyukai sains dan matematika.
Alhamdulillah, ia lolos tes SBMPTN dan diterima di UNRAM, Fakultas Teknik,
Prodi Teknik Sipil, mengikuti Sri Hilmayati, kakak kelasnya dari angkatan
pertama PAMSI. Sebelumnya Salma juga mempersiapkan diri meminang prodi Ilmu
Gizi dan prodi Desain Komunikasi Visual di Universitas Brawijaya, tapi belum
berjodoh. Bersama Dende Awalina dan Dende Royyan, Salma sempat pula berjuang
meminang STMKG (Sekolah Tinggi Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), namun
belum berjodoh.
Royyan Paice
Sangwenang. Gadis ini adalah
salah satu dari “trio sains”, bersama Dende Salma dan Dende Dini. Disebut trio
bukan saja karena mereka bertiga merupakan anggota kelas sains (sisanya ikut
kelas sosial!), tapi karena mereka bertiga memang selalu terlihat bersama. Royyan
punya impian besar untuk sekolah di luar negeri. Sebagian karena ingin
mengikuti jejak kakaknya yang lanjut studi di Eropa, tapi sebagian lagi karena
ia ingin mempelajari bidang ilmu Data Sains—suatu bidang ilmu yang sangat penting untuk
perkembangan dunia ke depannya. Ia mencoba melamar beasiswa AFS dan lolos
mengikuti sejumlah tes, kendati gagal dalam tes wawancara. Perjuangannya tidak
pupus di situ: ia pun sempat diterima di jalur SPAN saat melamar suatu jurusan
di UIN Jogja. Betapa gigihnya ia. Namun pada akhirnya Royyan memutuskan untuk
berbakti pada permintaan orangtua untuk melanjutkan studi di kampus ma’had
STMIK Syaikh Zainuddin NW.
Ismail Fahmi. Ia adalah “imam besar” angkatan kedua PAMSI.
Lelaki yang mungil namun bertekad besar. Nune Ismail dikenal murah senyum. Ia
pendiam tapi disukai siapa saja karena sikapnya yang rendah hati. Ia disiplin
dan cerdas. Di PAMSI, ia mengikuti dua kelas sekaligus: Kelas Agama dan Kelas
Sosial, dan ia mampu menyeimbangkannya. Alhamdulillah, ia lolos tes jalur
SPAN-PTKIN di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, untuk selama empat tahun ke
depan berkutat dengan ilmu-ilmu di jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas
Humaniora. Ia sempat menimbang diri apakah harus melanjutkan studi ke Mesir
atau tidak; bagaimana pun, ia punya kapasitas: punya hapalan al-Qur’an yang
mumpuni dan mampu membaca kitab kuning. Namun, ia memutuskan untuk mengenal
budaya universitas di Indonesia dan memandang Islam melalui kacamata Indonesia.
Ia masih ingin kuliah ke Mesir, namun nanti, ia masih ingin bersiap-siap.
Mereka adalah sembilan lentera. Sembila lentera ini, insyaallah, kami lepas dengan ikhlas dan lapang dada. Alhamdulillah, tidak kurang kuatnya keyakinan kami bahwa mereka punya kapasitas yang cukup untuk menghadapi dunia yang terus bergerak. Daya adaptasi mereka tinggi, kemampuan mereka dalam hal bangun-rancang program kehidupan juga tidak kami ragukan sama sekali. Mereka adalah lentera; bila cahaya di tangan mereka bukan untuk umat Islam secara luas, setidak-tidaknya cahaya itu untuk diri mereka sendiri.
0 Komentar