“Menuju tak terbatas dan melampauinya”, yang menjadi arti judul tulisan
ini, adalah kalimat yang sangat digemari oleh Buzz Lightyear, salah satu tokoh
fiksi di film Toy Story, dan sering diulang-ulang olehnya di momen-momen
kritis. Kalimat itu selalu ampuh memberinya tenaga untuk menaklukkan
kesulitan-kesulitan yang muncul dalam alur cerita. Seolah-olah, Buzz hendak
berkata bahwa sesuatu yang kita sebut batas kekuatan manusia hanyalah ilusi
pikiran. Batas kekuatan itu tidak ada. Manusia bisa menuju yang tidak
terbatas, bahkan melampauinya.
Alhamdulillah. Alhamdulillah. Alhamdulillahissyukur. Kita yakin, keadaan
itu pulalah yang dirasakan oleh santri-santri kami angkatan ke-III Pesantren
Alam Sayang Ibu, selama enam tahun terakhir mereka mondok. Kami yakin ada
banyak sekali tantangan yang mencoba merampas rasa antusias mereka untuk
belajar, untuk mondok, untuk berorganisasi, bahkan untuk lanjut menempuh
pendidikan tinggi.
Cara pandang Buzz Lightyear di atas biasa mereka terima selama mondok.
Bagi anak PAMSI, to infinity and beyond
adalah salah satu cara mengungkapkan
keistimewaan status kekhalifahan manusia. Sebagai khalifah mereka ahsanu taqwim, mahkluk terbaik. Melampui
semua. Mereka memiliki keistimewaan dan kemampuan tak terbatas bahkan melampui
malaikat (Ibn Katsir, J I, h 222; Muhammad Asad, I, fn 25).
Nune Lalu Ahmad bin Ahmad. Masyaallah
tabaarakallah. Kita tahu kisah lampau yang penuh dinamika. Kisah itu tidak
hanya mengharukan hati orangtuanya, melainkan juga hati para guru. Namun, pada
akhirnya kita melihat apa yang Nune lakukan perlahan-lahan: to infinity and
beyond. Ia menjajal dirinya tampil sebagai khatib, berlatih menjadi ketua
pelaksana suatu acara besar pondok, dan menghempaskan tenaga terbaiknya untuk
mempelajari ilmu-ilmu. Nune bahkan menjadi salah satu santri yang terbaik dalam
hal keterampilan menulis. Mungkin itu semua untuk mendukung cita-citanya. Ia
pernah berkata, di masa depan, ia ingin memimpin pesantrennya sendiri. Sebuah
cita-cita besar. Dan tahukah anda? Nune Ahmad mendapat nilai tertinggi di
antara teman-temannya dalam bidang pengetahuan kuantitif.
Dende Novila. Masyaallah. Perempuan ini datang dari pedalaman padang
berumput Desa Adat Segenter, Bayan. Kita tidak berbohong saat bersaksi bahwa
Dende memiliki kualitas ketenangan seperti ombak di pagi hari. Nyaris tidak ada
keadaan yang bisa membuat Dende susah. Ia selalu bisa menjadi “yang di tengah”.
Ia tidak punya haters. Keberadaannya tidak pernah mengganggu siapapun.
Adik-adik kelasnya merasa diayomi olehnya. Dalam pelajaran ia tidak
pontang-panting, dalam lomba ia diam-diam menang.
Hanya saja, jauh di dalam dirinya Dende bergolak. Tidak banyak tahu
bagaimana ia berhadapan dengan rasa percaya diri yang kadang merosot. Memang ia
punya tangan yang rasi; bila berdagang, seolah keberuntungan ingin
mendekat padanya. Namun, mimpinya lebih besar dari sekadar memperkaya diri.
Dende ingin mengubah nasib periuk nasi banyak orang, dimulai dari mengubah mindset
mereka. Akankah ia mampu menanggung mimpi itu? Alhamdulillah, Nune tahu satu-satunya
cara untuk mengusahakan mimpi itu adalah menjadi to infinity and beyond.
Nune Aulia Rafif Rahmadana. Masyaallah. Nune adalah sosok yang tidak
mudah tunduk pada orang lain. Ada kualitas alpha di dalam dirinya—singa yang mengaum untuk
menunjukkan kekuatan. Hanya orang yang benar-benar ia hormati yang dapat
menundukkan dirinya. Kepada mereka yang ia hormati, Nune menunjukkan kesetiaan
yang menakjubkan. Mungkin karena itu pulalah, dalam menyerap ilmu-ilmu, Nune
tidak punya banyak kesulitan.
Satu-satunya kesulitan yang cukup merepotkan dirinya adalah beradaptasi
dengan kultur Sayang Ibu. Darah muda dan kecerdasan kerap mendorongnya
mempertanyakan dan melabrak aturan, bahkan membuatnya kadang-kadang cenderung
berkata atau berbuat tanpa pikir panjang. Beberapa kali, Nune pernah menemui
masalah karena sikapnya itu. Nune sadar ia tidak bisa terus menerus mengulangi
kesalahan yang sama. Kita menyaksikan bagaimana Nune berusaha menjadi to
infinity and beyond.
Nune Thoriq Maulana Abdurrahman. Nune adalah seorang yang rapih dan rupawan. Ia bahkan memiliki koleksi skincare yang membuat teman-teman santri puteri heran. Lepas dari itu, Nune dikenal karena kepribadiannya yang loyal dan cenderung menghindari konflik. Ia tahu dan memilih untuk menghayati arti menyayangi, meski ia punya kekuatan untuk membela diri. Olahraga kesukaannya adalah basket: jenis olahraga yang melatih keberanian untuk berkompetisi, tapi tidak dengan cara yang brutal. Cocok dengannya.
Nune menantang dirinya setiap hari untuk menyerap ilmu-ilmu ke-Islam-an. Nune punya cita-cita yang mengagumkan: pergi ke tanah suci atau ke pusat-pusat ilmu-ilmu Islam untuk menimba lagi ilmu agama. Ia ingin menjadi semakin fakih. Namun, ia harus memperkuat lagi penguasaan bahasa Arabnya, dan itu menuntut ketekukan dan kesabaran yang lebih darinya. Dalam tujuan itu Nune tidak henti-henti melakukan jargon itu: to infinity and beyond.
Dende Najla Putri Syarif. Masyaallah. Dende dikenal atas kecekatannya dalam manajemen dan disiplin administrasi. Mungkin itu adalah hasil dari ketelitian yang khas santri jurusan IPA. Dende, bersama Nune Zafilla dan Nune Rafif, memang termasuk santri yang tekun dalam bidang sains. Dende punya cita-cita yang spesifik: menekuni ilmu kedokteran dan psikologi.
Tantangan yang dihadapi Dende adalah dirinya sendiri. Kadang, Dende merasa tidak memiliki gairah yang cukup untuk menekuni bidang apapun. Seolah-olah, Dende memiliki penerimaan dan toleransi terhadap dinamika kehidupan ini yang lebih tinggi dari teman-temannya. Dende cenderung santai, dan ia sadar itu kurang baik bagi dirinya ke depan. Di usianya, mestinya ia aktif berkelahi dan menang dari the old version of herself. Dalam konteks itulah Dende berusaha melakukan to infinity and beyond.
Nune M. Zafilla Arwya Hidayat. Masyaallah. Nune datang dari Pulau Sumbawa. Sejak awal, ia menunjukkan keseriusan dalam belajar, seolah-olah tidak ada kegiatan lain yang sewajarnya dilakukan oleh remaja sepertinya. Di PAMSI, Nune melihat sebuah “jalan tengah”. Pelan-pelan, ia menjadi anak gaul. Ia tetap punya serius studi, tapi bersosial tidak ia tinggalkan. Nune bahkan menjadi Ketua Organisasi Santri Pesantren Alam Sayang Ibu.
Seorang guru sering bercakap-cakap dengannya. “Bila suatu saat nanti Sumbawa menjadi daerah otonom, kalau bukan ananda yang memimpinnya, akan jadi apa tanah kelahiran ananda?” Mendengar pertanyaan guru itu, Nune tampak tercenung. Rupanya Nune paham benar bahwa sekadar sekolah saja tidak cukup. Nune harus melakukan to infinity and beyond: paham lingkungan hidup, paham teknologi, sekaligus paham politik dan organisasi. Itu adalah tantangan yang disadari olehnya sejak masih belia.
Dende Baiq Fania Ulayya Afiatin. Masyaallah. Dende telah berkelahi di masa remajanya dengan sebuah “anugerah” yang tidak membiarkannya terlalu terpapar sengatan cahaya matahari. Anugerah itu mendorong Dende beradaptasi dengan banyak hambatan dan akhirnya menumbuhkan jenis keberanian baru dalam diri Dende: keberanian untuk melampaui keterbatasan. Persis Buzz: to infinity and beyond.
Selain keberanian untuk berjuang, Dende juga memiliki keberanian untuk mengenali kelebihan dan kekurangan diri. Dende memiliki cita-cita menjadi seorang arkeologis atau sejarawan, dan ia punya kemampuan untuk itu. Namun, keterampilannya justru menjamah nalar ilmu-ilmu sosial secara umum. Dende mahir dalam ilmu sosiologi dan mampu menerjemahkan “imajinasi sosial” yang ia pelajari dalam bentuk esai kritis-argumentatif.
Kini, pasukan kecil to infinity and beyond itu sudah menahbis diri sebagai alumni Pesantren Alam Sayang Ibu. Mereka semua bertebaran ke banyak tempat yang tidak pernah kita impikan sebelumnya.
Nune Zafil, sejak awal, ingin menjadi seorang arsitek. Dalam perjuangan yang panjang ia memperoleh beasiswa Indonesia Maju dan diterima di tiga kampur terkemuka Australia: Monash University, Western Australya University dan Curtin Univerity of Technology. Pihak yang mensponsori kuliahnya, BIM (Beasiswa Indonesia Maju), memilihkan baginya kampus terakhir, jurusan architectural science, fully funded. Ia lulus di sana! Saat ini ia sedang menempuh semester I.
Nune Rafif sempat kebingungan ingin mendaftar di kampus yang mana, meski secara gambaran ia tahu ia harus pergi ke bidang ilmu-ilmu eksakta. Sempat mencoba berbagai jalur, seperti jalur undangan di Fakultas Kehutanan IPB, pada akhirnya Nune lolos UTBK SNBT Kemenristek di Fakultas Kehutanan UGM.
Lain halnya dengan Dende Najla, yang sebetulnya ingin menekuni ilmu kedokteran, tapi keberuntungan membawanya mendaftar jalur undangan di SPAN PTKIN dan diterima di UIN Surakarta untuk belajar ilmu psikologi Islam.
Dende Fania Ulayya punya cerita menarik. Ia diterima di jalur SNBP, sebuah jalur prestasi berdasarkan nilai raport, di Universitas Udayana, Bali, di jurusan yang paling ia impikan: ilmu arkeologi. Namun, diskusi berbagai pertimbangan mendorongnya mengambil kesempatan yang diberikan Allah untuk belajar Ilmu Sosiologi Islam di UIN Mataram, setelah diterima tanpa tes lewat jalur undangan SPAN PTKIN
Sahabat karib Dende Fania, yaitu Dende Novila, sejak awal ingin menekuni ilmu ekonomi dan bisnis dan berhasil menjadi awardee Beasiswa NTB. Di bawah bimbingan Badan Riset Daerah, Dende Novila saat ini sudah diterima di universitas Albukhary International University, Malaysia, untuk menekuni ilmu ekonomi dan bisnis.
Nune Thoriq diterima melalui jalur undangan SPAN PTKIN untuk menekuni Ilmu Perbandingan Mazhab di UIN Sunan Kalijaga, Jogjakarta. Awalnya, ia sempat ingin mencoba peruntungan belajar di IPDN, sekalian untuk meneruskan jejak sang ayah. Namun, perasaannya untuk belajar agama, terutama ke wilayah Timur Tengah, terus menguat. Kendati demikian, Nune merasa nyaman dengan jurusan yang ditujunya saat ini. Hal menarik: Nune pernah mengunjungi gedung prodinya itu saat acara study-tour, setahun sebelumya, dan berdoa supaya ia bisa kuliah di sana sutu hari nanti. Doa itu telah diijabah.
Maka, to infinity and beyond.
Taklukkan tantangan. PAMSI tidak pernah mengajari mereka menyerah.
0 Komentar