Tepat Pukul 13.00 WITA, Sabtu, 29 November 2025, Gedung Fatimah di Pesantren Alam Sayang Ibu menjadi pusat dari sebuah pertemuan penting. Bukan santri yang diuji, melainkan para pengajar. Puluhan guru dari jenjang MI, MTs, dan MA Sayang Ibu berkumpul dalam seminar bertajuk "Gelora Edukasi Guru".
![]() |
| Gelora Edukasi Guru bersama Teddi Prasetya Yuliawan di Gedung Fatimah Pesantren Alam Sayang Ibu (Foto: PAMSI) |
Suasana di dalam gedung terasa serius, jauh dari riuh kelas harian. Seminar ini bertujuan untuk menegaskan bahwa guru hebat berawal dari pola pikir hebat. Para pendidik didorong untuk menjalani self-transformation (transformasi diri) menggunakan pendekatan Neuro-Linguistic Programming (NLP), sebuah langkah fundamental untuk menghadapi tantangan pedagogi masa kini.
Acara ini menghadirkan tokoh kunci di bidangnya. Sebagai pemateri utama hadir Teddi Prasetya Yuliawan, Founder Indonesia NLP Society, seorang ahli yang reputasinya dikenal luas dalam ilmu komunikasi dan perubahan perilaku. Ia memaparkan bagaimana memahami dan mengubah struktur pikiran dapat berdampak langsung pada efektivitas pengajaran, menjadikan guru sebagai agen perubahan yang efektif.
![]() |
| Sambutan Ustadz Dr. H. Jamaluddin Abdullah, M.Ed membuka kegiatan (Foto: PAMSI) |
Di sampingnya, turut hadir Pimpinan Pesantren Alam Sayang Ibu, Ustadz Dr. H. Jamaluddin Abdullah, M.Ed, yang memberikan perspektif integrasi antara NLP dengan filosofi pendidikan pesantren. Ustadz Jamaluddin Abdullah menegaskan dalam sambutannya, “Jika guru berhenti belajar, maka pendidikan kita juga berhenti. Di era perubahan cepat ini, guru wajib punya growing mindset, kita harus terus menumbuhkan pengetahuan dan metode baru, memastikan kita selalu relevan di hadapan santri.” Kehadiran Bapak Pimpinan menegaskan bahwa peningkatan kualitas guru adalah investasi strategis, sebuah jaminan bahwa fondasi pendidikan yang diberikan di Sayang Ibu tidak akan pernah beku atau tertinggal zaman.
Teddi Prasetya Yuliawan kemudian mengambil alih podium, menekankan bahwa masalah terbesar guru seringkali bukan pada metode mengajar, melainkan pada mindset yang kaku. Ia mengajarkan teknik NLP yang praktis, memastikan para guru mendapatkan senjata baru untuk menghadapi tantangan di kelas. Ilmu ini diharapkan mampu memecah kebuntuan komunikasi antara pendidik dan santri.
![]() |
| Asatidz dari MI, MTs, dan MA ikut serta dalam kegiatan Gelora Edukasi Guru (Foto: PAMSI) |
Dalam paparannya, Teddi Prasetya Yuliawan menyinggung aspek modeling (meneladani) yang luput dari perhatian guru. "Yang namanya meniru atau bahasa Inggrisnya modeling, meniru, meneladani, itu adalah metode belajar paling basic dari manusia," ujarnya. Ia kemudian memberikan pertanyaan menohok kepada seluruh guru, "Apakah kira-kira kita cukup sadar bahwa saya meneladankan sesuatu yang mungkin ditiru di luar kurikulum yang formal?" Beliau menekankan bahwa perilaku guru jauh lebih banyak ditiru daripada materi pelajaran yang diajarkan, menjadikan role model sebagai kurikulum tak tertulis.
Ustadz Jamal kembali menegaskan bahwa ilmu dan skill yang dibawa oleh Teddi Prasetya ini adalah pelengkap sempurna bagi nilai-nilai pesantren. Beliau melihat NLP sebagai cara ilmiah untuk memaksimalkan potensi diri guru, yang pada akhirnya akan tercermin dalam kualitas lulusan.
![]() |
| Asatidz dari MI, MTs, dan MA ikut serta dalam kegiatan Gelora Edukasi Guru (Foto: PAMSI) |
Seminar ini bukan hanya sesi mendengarkan ceramah. Para guru ditantang untuk merenungkan pola pikir mereka sendiri, mengidentifikasi hambatan internal, dan berkomitmen pada perubahan diri secara fundamental di hadapan rekan sejawat mereka.
Di penghujung hari, para guru meninggalkan Gedung Fatimah tidak hanya dengan catatan, tetapi dengan peta jalan baru untuk pengembangan diri. Self-transformation yang mereka jalani hari itu adalah janji tak tertulis: bahwa setiap guru harus menjadi pembelajar sejati, memastikan pendidikan di MI, MTs, dan MA Sayang Ibu selalu dinamis dan relevan bagi masa depan santri.









0 Komentar