Lampu-lampu temaram di lantai tiga Student Center Pesantren Alam Sayang Ibu (PAMSI) mulai menyala saat jarum jam mendekati waktu eksekusi ide. Sabtu malam, 13 Desember 2025, suasana tak seperti biasanya. Kursi-kursi disusun rapi menghadap panggung kecil dengan sorot lampu, menciptakan aura panggung pemikiran yang serius namun akrab.
| Nune Faiz menyampaikan gagasannya pada malam perdana TDC Live Series (Foto: PAMSI) |
Acara bertajuk TDC (Think Discover Create) Live Series malam itu dibuka langsung oleh pimpinan pesantren, Ustadz Jamaluddin Abdullah. Di atas podium, wajah lelaki paruh baya itu memancarkan kepuasan yang lama tertahan. "Saya senang sekali, sudah lama saya menunggu malam ini karena ini adalah impian saya," ujarnya pelan namun bertenaga. Bapak Pimpinan tak menampik bahwa panggung ini adalah bentuk adaptasi dari panggung show global yang bergengsi. "Harus kita akui bahwa kita terinspirasi dari program hebat kelas dunia bernama TED Talks."
Ada satu hukum tidak tertulis yang berlaku malam itu, panggung TDC malam it adalah wilayah terlarang bagi bahasa Indonesia. Akan ada saatnya TDC Indonesia, juga Arab. Seluruh pembicara malam ini akan berbicara dengan bahasa Inggris.
Mengadopsi konsep populer TED Talks, TDC Live Series dirancang untuk memberikan ruang bagi ide yang layak disebarkan. Di atas panggung itu, tak ada naskah yang dibaca kaku. Para pembicara dituntut menguasai panggung, mengatur intonasi, dan menjaga kontak mata dengan audiens, layaknya profesional yang telah malang melintang di dunia orasi publik.
| Nune Gibran menjadi pembicara pada malam perdana TDC Live Series (Foto: PAMSI) |
Gibran, santri kelas 10, menjadi pembicara pertama yang memecah rasa penasaran malam itu. Sebagai yang termuda di deretan narasumber, ia membawa perspektif segar dengan pelafalan bahasa Inggris yang fasih. Wajahnya fokus, tangannya bergerak ritmis mengikuti narasi yang ia bangun, seolah ingin membuktikan bahwa keberanian intelektual tak mengenal batas usia.
| Nune Radite berdiri di panggung perdana TDC Live Series (Foto: PAMSI) |
Kematangan berpikir kemudian ditunjukkan oleh Radite dan Faiz. Sebagai santri kelas 12 yang berada di penghujung masa belajar, keduanya membawakan topik dengan kedalaman analisa yang lebih berat. Pengalaman bertahun-tahun di lingkungan pesantren alam tampak membentuk cara pandang mereka menjadi lebih tajam dan berdasar pada realitas lapangan.
| Dende Hyannah ikut serta menjadi salah satu pembicara dalam TDC Live Series (Foto: PAMSI) |
Panggung malam itu juga menjadi saksi keberagaman saat Hyannah melangkah ke depan. Siswa pertukaran pelajar asal Filipina ini membuktikan bahwa bahasa adalah jembatan kokoh bagi sebuah gagasan. Dengan gaya bicara lugas, ia membawa narasi tentang persilangan budaya, memberikan warna internasional yang kental dalam gelaran perdana tersebut.
| Ustadz Hakim sebagai guest speaker di panggung perdana TDC Live Series (Foto: PAMSI) |
Tak hanya santri, otoritas keilmuan juga hadir melalui sosok Ustadz Hakim. Guru bahasa Inggris di PAMSI ini tampil sebagai guest speaker, memberikan standar bagi anak didiknya tentang bagaimana sebuah presentasi profesional harus dieksekusi. Kehadirannya menjadi tolak ukur bagi para santri untuk melihat bagaimana seorang ahli mempertahankan argumen di depan publik.
Di bawah panggung, ratusan pasang mata santri Aliyah, dan beberapa orang tua wali yang sempat hadir, memperhatikan setiap gerak-gerik pembicara dengan seksama. Ada rasa bangga sekaligus ambisi yang terpancar. Mereka tidak sekadar menonton pertunjukan, melainkan tengah belajar bagaimana sebuah argumen dibangun dan disampaikan melalui kekuatan kata-kata.
Ustadz Jamaluddin kembali menekankan bahwa kegiatan ini adalah lompatan besar bagi kurikulum public speaking di Sayang Ibu. "Ini adalah pencapaian besar, satu-dua langkah lebih maju dibanding public speaking biasa," tegasnya. Ia menatap deretan pembicara muda itu dengan penuh harap. "Inilah level tertinggi public speaking di Pesantren Alam Sayang Ibu."
| Sambutan Ustadz Jamaluddin Abdullah membuka TDC Live Series perdana (Foto: PAMSI) |
Kehadiran orang tua menambah energi di ruangan tersebut. Mereka diundang khusus untuk menyaksikan langsung buah hati mereka berbicara sebagai ahli. Setelah Nune Dende tampil, para orang tua memberikan komentar. Sebuah momen dimana kebanggaan bertemu dengan apresiasi terhadap proses pendidikan yang panjang.
Malam itu ditutup dengan sebuah visi besar yang digantungkan di langit-langit Student Center. Bapak Pimpinan berharap panggung kecil ini hanya menjadi awal dari perjalanan panjang. "Kita ingin mencetak pembicara kelas dunia. Saya berharap ada di antara kalian yang akan diundang menjadi pembicara di TED Talks sesungguhnya," pungkasnya, meninggalkan getaran semangat yang membekas di hati setiap Nune Dende. *
*Humas & Media PAMSI





0 Komentar