Menggenggam Kembali Peran Kekhalifahan

Andai menjadi khalifah cukup dengan shalat dan ibadah-ibadah mahdah lainnya, Allah tentu tidak perlu menciptakan manusia. Dia cukup saja menugaskan malaikat yang telah diciptakan sebelum manusia dan telah terbukti selalu bertasbih, bertahmid dan bertaqdis. Tetapi nampaknya bukan itu yang menjadi alasan, bukan Malaikat yang Allah pilih. Tetapi manusia, manusialah yang Dia amanatkan tugas pengelolaan bumi ini, dengan modal pengetahuan tentang segala sesuatu (al-asmâ' kulluhâ) yang terkait dengan semesta ini.
***
واذ قال ربك للملئكة إني جاعل في الأرض خليفة (البقرة: ٣٠)
“Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya, Aku akan menjadikan manusia sebagai khalifah, di muka bumi.’
Dalam Lat}ô-ifu l-Isyârôt, Imam al-Qusyairi menjelaskan: Allah tidak pernah menggunakan kata innî jâ’il untuk mengawali keterangan sebuah penciptaan kecuali pada penciptaan manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ini adalah sebuah penghormatan besar kepada manusia.[2]


Berdzikir dengan berpikir (Think).
FUNGSI kekhalifahan adalah sebuah tugas penting dan sebagai penghargaan atas keitimewaan manusia dibanding makhluk lainnya, termasuk malaikat. Namun karena ketidaktahuan Malaikat tentang kelebihan manusia, mereka penasaran dan bertanya: 
قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدماء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك (البقرة: ٣٠)
“Apakah Engkau akan menjadikan sosok makhluk yang membuat kerusakan dan gemar menumpahkan darah, berperang atau saling bunuh, sebagai pengelola bumi? Sementara kami adalah makhluk-makhlukMu yang selalu bertasbih, memuliakan-Mu, mensucikanMu?”
Dalam ungkapan lain, mengapa kami yang selalu damai, yang tak pernah menumpahkan darah, tidak dipilih sebagai khalifah?
Pertanyaan yang berbau penilaian tersebut dijawab Allah dengan diplomatis—tidak membantah dan tidak pula mengiyakan.
قال إني أعلم مالا تعلمون (البقرة: ٣٠)
“Sungguh Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui. (Akulah yang lebih tahu apa yang kalian tidak ketahui. Aku memiliki alasan penting di balik penunjukan Adam dan kalian tidak memahaminya).”
Lalu Allah menyiapkan manusia, memberinya bekal yang lebih dari cukup untuk mengelola bumi. Bekal itu adalah pengetahuan tentang segala sesuatu.
وعلم ادم الأسماء كلها ثم عرضهم على الملئكة فقال أنبئوني بأسماء هؤلاء إن كنتم صدقين (البقرة: ٣١)
“Dan Allah mengajari Adam nama-nama semua makhluk. Lalu Allah memperlihatkan semua jenis makhluk itu kepada para malaikat, dan berfirman, “Beritahu Aku nama makhluk-makhluk itu, jika anggapan kalian benar bahwa manusia tidak layak menjadi khalifah.”  

Tantangan Allah: “Beritahu Aku nama makhluk-makhluk itu, jika anggapan kalian benar bahwa manusia tidak layak menjadi khalifah” – sangat penting. Allah ingin Malaikat menunjukkan alasan jika mereka merasa lebih layak sebagai khalifah.

Namun, para Malaikat menjawab: 
قالوا سبحنك لا علم لنا إلا ما علمتنا إنك أنت العليم الحكيم (البقرة: ٣٢)
“Maha suci Engkau, kami tidak mengetahui kecuali apa-apa yang telah Engkau ajari kepada kami. Sungguh Engkau Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.”

Ibn Haytham: Berdzikir dengan menemukan (Discover)
“KATA al-asmaa’ dalam ayat (31) ini bersifat umum,” tulis Imam al-Qusyairi, “dan menunjukkan kedalaman atau ketuntasan (yaqtadhii al-istighraaq), tidak sekedarnya. Ia mengacu kepada keseluruhan (al-syumuul) dan ketelitian atau perincian yang detail (al-tahqiiq).[3] Karena itu, menurut Ibnu Abbas seperti dikutip oleh Imam Ibnu Katsir, pengetahuan tentang al-asmaa`a kullahaa tidak hanya sebatas nama, tapi termasuk dzat (substasi, dzawaat), cara kerja (af’aal) semua makhluk, yang besar maupun yang kecil (al-mukabbar wa al-mushaggar).[4]
“Inilah ayat atau tempat,” kata Ibn Katsir, “di mana Allah menjelaskan tentang kemulian manusia atas malaikat, yaitu dengan keistimewaan pengetahuan tentang segala sesuatu, yang tidak dimiliki malaihat.”[5]
Ibu Abbas secara detail menjelaskan bawah asmaa’ di sini adalah semua hal yang manusia kenal seperti manusia itu sendiri, segala jenis binatang, langit dan isinya, bumi dan apa yang dikandungnya, sungai, laut, unta, keledai dan semua jenis makhluk lainnya.[6]
Pengetahuan tentang segala sesuatu inilah yang dimiliki manusia dan tidak dimiliki oleh Malaikat. Dan inilah alasan mengapa manusia yang diberi tugas sebagai pengelola bumi. Allah seolah ingin menegaskan bahwa mengelola bumi ini tidak cukup hanya dengan  berdzikir, salat atau ibadah-ibadah mahdhah lainnya (tasbiih, tahmiid, taqdiis). Namun lebih dari itu, ia membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang alam semesta sebagai modal kerja menciptakan berbagai hal yang diperlukan untuk kehidupan manusia di muka bumi.

DI BAGIAN lain, dalam surat at-Tin—surat yang menurut al-Barraa’ ibn ‘Azib dibaca oleh Nabi dengan suaranya yang paling indah,[7] -- Allah menegaskan bahwa manusia adalah makhluk terbaik.
لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم (التين: ٤)
“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk terbaik.”
Mengapa manusia makhluk terbaik? Seperti apa gambarannya sehingga ia disebut makhluk terbaik yang Allah ciptakan?
Secara ringkas namun padat Abu Bakar ibn Thahir sebagaimana dikutip oleh Imam al-Qurtubi mejelaskan, salah satunya, karena manusia “muzayyan bil aql. Karena manusia dihiasi dengan akal.”

AKAL atau otak manusia, menurut penelitian sains mutakhir, jauh lebih unggul dari otak makhluk lain. Dijelaskan bahwa otak manusia mengandung milyaran sel yang berkerja dengan sangat rumit namun amat sistemik dan mengangumkan. Otak manusia terkait erat dengan kemampuan manusia dalam mengenal, mengelola emosi, mengingat, berpikir, menganalisa, atau merencanakan tindakan, dll. Otak yang berat rata-ratanya hanya sekitar 1.300 s/d 1.400 gram ini kalau dianalogikan dengan komputer, memiliki kapasitas sekitar 30-70 triliun Gb.
Tony Buzan, seorang ahli otak memberi ilustrasi: andai sel otak manusia dibentangkan dari bumi ke bulan, yang jaraknya sekitar 384.000 km, dan kembali lagi dari bulan ke bumi, maka sel-sel otak manusia tidak akan habis.
Jarak 384.000 km itu sama dengan sekitar 9,5 kali keliling bumi. Bayangkan kita mengelilingi bumi 9 kali menggunakan sepeda motor dengan kecepatan 80 km perjam, non stop, sambil membawa ujung benang sel otak kita, maka diperlukan sekitar 1.800 hari lebih, atau sekitar 5 tahun kita naik motor non stop, untuk membentangkan “benang” sel otal manusia.
Dengan demikian penjelasan Allah azza wajalla pada surat al-Baqarah yang disebutkan di awal bahwa Allah telah memberi pengetahuan tentang segala yang ada di alam semesta ini sejalan dengan hasil penelitian modern tentang kemampuan otak manusia tadi. Hal ini memberi penjelasan yang gamblang salah satu alasan mengapa manusia disebut sebagai makhluk terbaik, ahsanu taqwiim.

Ibn Firnas: Berdzikir dengan berkarya (Create)
Hal lain yang perlu diperhatikan, Syeikh Wahbah al Zuhaili dalam tafsir al-Munir[8] menjelaskan bahwa sebelum memberi pernyataan tentang keistimewaan manusia dalam surat at-Tin, Allah bersumpah atas tiga tempat penting: pertama, atas buah tin dan zaitun (wattiini wazzaituun), yang merujuk kepada baitul maqdis, kota nabiyullah Isa AS. Kedua, wa thuurisiniin, Allah bersumpah dengan bukit Tursina yang menjadi tempat berlangsungnya dialog Allah dengan Nabi Musa AS. Dan, ketiga, wa hâdzal baladil amîn, sumpah atas kota suci Mekkah, tempat penutup Nabi, Muhammad SAW.
Tidak cukup dengan bersumpah tiga kali, Allah juga menguatkan pernyataannya dengan dua huruf taukid, untuk memberi penegasan dan penguatan, yaitu huruf lâm dan qad.
لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم (التين: ٤)
“Kami bersumpah dengan tiga tempat suci, bahwa sungguh-sungguh, benar-benar -- Kami menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.”
Allah sungguh telah membekali setiap manusia dengan kemampuan yang luar biasa. Manusia sungguh punya kemampuan untuk mengetahui segala sesuatu. Otak kita adalah salah satu karunia terbesar dari Allah. Dan pengetahuan tentang segala hal benar-benar merupakan kemampuan yang mengendap, yang kita sebagai pendidik maupun pelajar HARUS ungkap dan gali secara maksimal. Jika penugasan manusia sebagai khalifah itu karena amanah pengetahuan tentang segala hal ini, maka mestinya pengetahuan tentang alam semesta menjadi perhatian utama umat Islam, di sela-sela ibadah mahdah personal yang mereka lakukan.
Ibadah mahdah seperti dzikir, shalat, puasa, haji, tentu saja penting, tetapi itu tidak lah cukup. Bumi tidak bisa dikelola hanya bermodalkan hal di atas. Sebab kalau hanya cukup dengan itu, Allah tentu tidak perlu menciptakan manusia. Dia cukup saja menugaskan malaikat yang telah diciptakan sebelum manusia dan telah terbukti selalu taat, bertasbih dan bertahmid.
TETAPI nampaknya bukan itu yang menjadi alasan, bukan Malaikat yang Allah pilih. Tepati manusia, manusialah yang Dia amanatkan untuk mengelola bumi ini, yang Dia anugrahi segala kelebihan, terutama akal dan potensi pengetahuannya yang luar biasa. Manusialah, yang Allah tidak hanya menyuruh Malaikat hormat dengan tunduk (rukuk), tapi dengan sujud--sebuah bentuk penghormatan tetinggi.
***


Khoirul Anwar, pencipta 4G (LTE) yang menjadi
standar kualitas jaringan dunia internasional.
AL-QURAN terdiri dari ribuan ayat. Sebagian tentang kisah-kisah yang mengandung hikmah, sebagian tentang syariat, sebagian lagi tentang alam semesta, dll. Sayangngya sampai hari ini umat Islam lebih banyak memperhatikan ayat-ayat syariat atau fiqh, yang jumlahnya, menurut Imam Tontowi Jauhari, tIdak lebih dari 150 ayat. Ribuan kitab telah lahir dari pembahasan ayat-ayat fiqh ini, sampai-sampai saking terlalu banyaknya energi yang diberikan ia memicu perselisihan yang memecah umat ini.
Sementara ayat-ayat yang lain, termasuk tentang alam semesta, yang jumlahnya lebih 750 ayat, bahkan ribuan, jarang dijamah, bahkan hampir terlupakan. Umat Islam saat ini lebih menyerupai Ahlu Kitab yang al-Quran kritik karena HANYA memedulikan sebagian isi Kitab dan pada saat yang sama mengabaikan sebagian yang lain.
أفتؤمنون ببعض الكتاب وتكفرون ببعض فماجزاء من يفعل ذلك إلا خزي فى الحيوة الدنيا ويوم القيامة يردون إلى أشد العذاب (البقرة: ٨٥) 
“Apakah kalian hanya beriman, peduli, HANYA memperhatikan sebagian isi al-Kitab dan menolak, tidak memberi perhatian seimbang kepada sebagian isinya yang lain? Ketahuilah, akibat dari sikap demikian tidak lain kecuali kehinaan, keterpurukan, kekalahan dalam kehidupan dunia. Dan di akhirat kelak mereka akan dibawa menemui siksa paling pedih.
Ayat 85 surat al-Baqarah ini jelas-jelas memberi peringatan keras bagi mereka yang tidak memberi perhatian seimbang kepada Kitabullah. Dan akibatnya sudah kita rasakan saat ini, dimana umat Islam di mana saja diseluruh dunia tertinggal dari bangsa lain dalam berbagai bidang. Umat Islam bahkan seringkali menjadi area “uji coba” dari berbagai temuan ilmu pengetahuan modern karena kebodohan, karena ketidak tahuan mereka tentang ilmu-ilmu alam, tentang ilmu-ilmu al-asmâ’ kulluhâ. Negeri-negeri mereka yang kaya raya tak mampu mereka kelola sehingga kemampatannya bukan mereka yang nikmati.

AQÎMU s-solâh lidzikrî. Dirikkan salat untuk mengingatKu,” firman Allah.
Tapi DIA juga berfirman:
سنريهم اياتنا فى الافاق و فى أنفسهم حتى يتبين لهم أنه الحق أولم يكف بربك أنه على كل شئ شهيد (فصلت: ٥٣)
“Kami akan tunjukkan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Kami pada alam semesta dan pada diri mereka, hingga dengan tanda-tanda itu, terang benderang bagi mereka bahwa Allah atau al-Quran itu benar. Tidakkah hal itu cukup bagi kalian sebagi bukti bawa Allah menyaksikan segala sesuatu (sebagaimana segala sesuatu memberi kesaksian atas keberadaan Allah)?”

Suatu saat, di malam hari yang dingin dan sepi, Rasulullah menangis sesugukan. Malam itu beliau menerima wahyu yang menggetarkan:
إن فى خلق السموات والأرض واختلاف الليل و النهار لايات لأولى الألباب (١٩٠) الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون فى خلق السوات والأرض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحنك فقنا عذاب النار (١٩١).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pada pergantian siang dan malam, terdapat tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Allah bagi mereka yang memilki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam (ulul albab). Merekalah orang yang mengingat Allah ketika berdiri maupun duduk, atau terlentang; dan memikirkan (mempelajari, menganalisa, meneliti) proses penciptaan langit dan bumi, hingga sampai pada kesimpulan: ‘Tuhan kami, Engkau tidak mencitptakan ini sekedarnya, asal-asalan. Engkau menciptakannya dengan suatu keserasian dan keindahan tak terkira. Mahasuci Engkau. Lindungi kami dari siksa, penderitaan, karena sikap kami yang melalaikannya.”
ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحنك فقنا عذاب النار
Berpikir, meneliti tentang alam semesta memang bukan perkara mudah, ia membutuhkan kesungguhan, ketekunan, dan energi yang maksimal. Pantaslah jika Rasulullah menegaskan bahwa berdzikir dengan berpikir sesaat saja lebih baik dari berdzikir dengan beribadah atau salat sepanjang malam, atau dalam riwayat lain, sepanjang tahun.
“Berpikir (tafakkur),” kata Fakhruddin al-Razi dalam Mafatihu l-Ghaib, “membawamu kepada Allah. Sementara beribadah membawa kepada pahala Allah (tsawâbu l-Lôh).”[9]

BJ Habibie, penemu teori retaka (crack) yang menjadi
 acuan dalam dunia kedirgantaraan.
Sekali lagi tasbih, tahmid, salat, puasa, haji dan ibadah-ibadah mahdah lain bertujuan agar kita selalu mengingat Allah, mendekatkan diri kepadaNya. Demikian juga mempelajari alam semesta tujuannya mendekatkan diri kepada Allah.
Tetapi bedanya, ibadah-iabdah mahdah di atas tidak memberi peluang besar kepada manusia untuk menjadi manusia paling bermanfaat bagi manusia lain, sementara ibadah-ibadah melalui pengetahuan tentang alam semesta, tentang al-asmâ’ kullahâ yang merupakan modal menjadi khalifah memberi kita peluang untuk menjadi pribadi atau bangsa yang paling memberi menfaat. Jika rasulullah Saw bersabda bawah sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat (khairunnâs anfa’uhum linnâs), maka agaknya memiliki ilmu pengetahuan (sains) adalah jalan terbaik untuk bisa mewujudkan pribadi-pribadi yang paling banyak memberi menfaat tersebut.
Hanya dengan pengetahuan tentang cara kerja alam semesta seseorang bisa menemukan cara bercocok tanam yang baik, cara menciptakan formula pakan yang baik untuk ternak, menciptakan ramuan bumbu makanan yang lezat, obat yang mujarab, cara memijat yang profesional, cara membuat arus llistrik, membuat lampu, pesawat, mobil, alat-alat elektronik dan teknologi yang bermanfaat lainnya. Andai penemu-penemu berbagai teknologi yang sederhana maupun canggih itu beriman, betapa besar pahalanya, karena ia telah memberi manfaat yang paling banyak bagi umat manusia. Karena itulah tugas kekhalifahan sesungguhnya! []
 Jamaludin Abdullah 
Pengasuh Madrasah Alam Sayang Ibu, Lombok NTB



[1] Dari bahan Khutbah Iedul Fitri, 1436 H yang disampaikan pada masjid At-Taubah, Tinggar, Ampenan Lombok Barat.
[2] Lat}ô-ifu l-Isyârôt, I/75.
[3] Lato>-ifu l-Isyaro>t, I/76.
[4] Tafsir Ibn Katsir, I/223.
[5] Tafsir Ibn Katsir, I/222.
[6] Tafsir Ibn Katsîr, I/223.
[7] Al-Tafsîr al-Munîr, XXX/302.
[8] Al-Tafsîr al-Munîr, XXX/304-305.
[9] Penjelasan tentang hadits keutamaan berpikir (tafakkur) lihat al-Râzi dalam Mafâtîh al-Ghaib, III/1203, dan Imam al-Qurtubi dalam al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, IV/313-115.

Posting Komentar

2 Komentar

  1. Subhanaka la ilma lana illa ma allamtana
    Ilmu yg dimiliki malaikat, given ilmu, makanya dg kejujurannya dan ketaatannya, malaikat ngga mungkin mengembangkannya

    BalasHapus
  2. Subhanallooh, terimakash ustadz (unknown) atas tambahan keterangannya. Jazakallooh khairal jazaa

    BalasHapus